Saturday, September 1, 2012

Kasus KKN yang menghancurkan jalan bisnis dan politik di Indonesia saat ini

Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi. Padahal cita–cita didirikannya negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencapai masyarakat adil dan makmur. Salah satu komponen untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah penyelenggaraan negara yang efisien, efektif, dan bersih dan praktek-praktek yang merugikan kepentingan negara dan bangsa. Penyelenggaraan negara dapat terlaksana apabila aparatur negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, profesional, transparan, akuntabel, taat pada aturan hukum, responsif dan proaktif, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau partai yang berkuasa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Kondisi yang dijumpai selama ini, ternyata berbeda dengan harapan. Selama tiga dekade terakhir, telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggungjawab pada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam penyelenggaraan negara. Akibatnya, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak dapat berkembang. Akibat lainnya, kegiatan penyelenggaraan negara cenderung mengarah pada praktek-praktek yang lebih menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya menyuburkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.

Berbagai praktek yang membuat penyelenggaraan negara menjadi tidak efisien dan efektif dan menyuburkan praktek KKN antara lain: (1) dominasi partai yang berkuasa dalam lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif yang akhirnya menghambat pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga tersebut; (2) badan-badan peradilan baik organisasi, keuangan, dan sumber daya manusianya berada dibawah lembaga eksekutif, sehingga menghambat penegakan hukum secara adil dan obyektif; (3) moonoloyalitas pegawai negeri dan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) kepada partai yang berkuasa yang pada akhirnya membuat aparatur pemerintah cenderung mendahulukan kepentingan kelompok dari pada kepentingan bangsa dan negara baik dalam pengambilan kebijaksanaan maupun dalam pelaksanaannya; serta (4) terlalu besarnya kewenangan pemerintah pusat dan terlalu kecilnya kewenangan pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri mendorong timbulnya ketidakpuasan dan menghambat partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan di berbagai daerah.

Kurang berfungsinya lembaga-lembaga tersebut di atas, dianggap sebagai salah satu faktor penyebab meluas dan semakin parahnya krisis moneter dan ekonomi dalam dua tahun terakhir ini yang telah berkembang dan mengakibatkan gejolak sosial dan politik yang ditandai dengan rusaknya tatanan ekonomi dan keuangan, pengangguran yang meluas, serta kemiskinan yang menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat dan kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah termasuk aparatur pemerintahan di pusat dan daerah. Hal ini tidak saja merugikan negara dan masyarakat secara materi tetapi juga secara sosial dan budaya.

SALAM MR CHENG....

No comments:

Post a Comment

close