Hartati Menolak Ditahan pada ‘Jumat Keramat’
JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus dugaan pemberian suap Buol, Hartati Murdaya Poo, menolak ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hartati melalui pengacaranya, Patra M Zein, mengirimkan ke KPK surat permohonan agar tidak ditahan.
“Makanya kami ajukan surat permohonan untuk tidak ditahan, suratnya sudah masuk,” kata Patra di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, seusai mengantarkan surat permohonan tersebut, Kamis (30/8/2012).
Menurut Patra, kliennya sudah menerima surat panggilan pemeriksaan KPK. Dalam surat tersebut, Hartati akan diperiksa pada Jumat 7 September 2012.
Adapun hari Jumat dianggap hari keramat di KPK. Pada hari itu, KPK biasa menahan para tersangka korupsi seusai pemeriksaan perdananya. Jumat 7 September 2012 nanti, akan menjadi hari pemeriksaan perdana Hartati.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, belum pasti KPK akan langsung menahan Hartati seusai diperiksa Jumat pekan depan, meskipun kemungkinan penahanan itu tetap ada.
Sementara menurut Patra, kliennya tidak layak ditahan. Ada tiga alasan hukum yang menjadi dasar mengapa Hartati tidak perlu ditahan. Pertama, katanya, Hartati kooperatif menjalani proses hukum di KPK selama ini.
“Dari sisi hukumnya, Pasal 21 KUHAP, kondisi yang menimbulkan kekhawatiran harus ditahan itu tidak ada, menghilangkan barang bukti, itu sudah disita, melarikan diri, dia sudah dicegah, tidak bekerja sama, itu tidak, Ibu kooperatif. Mengulangi perbuatan yang disangkakan itu juga tidak mungkin,” ungkap Patra.
Alasan kedua, katanya, dilihat dari sisi hak asasi manusia. Menurut Patra, penahanan yang dilakukan sebelum putusan pengadilan berkekuatan tetap, dapat tergolong perampasan kemerdekaan.
“Saya percaya pimpinan KPK memahami prinsip ini. Saya berharap pandangannya tidak berubah,” ucapnya.
Alasan ketiga, lanjut Patra, didasari pertimbangan aspek sosial kemanusiaan. Dia menilai Hartati tidak layak ditahan mengingat sudah berusia lanjut.
Selain itu, katanya, Hartati yang menjabat Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya itu bertanggung jawab atas hajat hidup 50.000 karyawannya.
“Di samping itu, HMP (Hartati Murdaya) juga aktif memberi bantuan sosial bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, dan figur pemersatu Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia),” tambah Patra.
KPK menetapkan Hartati sebagai tersangka karena diduga menyuap Bupati Buol Amran Batalipu. Pemberian suap diduga berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit perusahaan Hartati di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol.
Selain Hartati, KPK juga menetapkan Amran dan dua anak buah Hartati, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono, sebagai tersangka. KPK sudah menahan Amran, Yani, dan Gondho lebih dulu.
sumber
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/30/20271811/Hartati.Menolak.Ditahan.pada.Jumat.Keramat.
Hartati Murdaya Akan Diperiksa 7 September
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi baru akan memeriksa Siti Hartarti Murdaya sebagai tersangka kasus suap kepada Bupati Buol Amran Batalipu. Pemeriksaan perdana itu dijadwalkan pada Jumat pekan depan, 7 September 2012. Saat ini surat panggilan pemeriksaan untuk Hartati sudah dilayangkan oleh KPK.
Pengacara Hartati, Patra M Zen, membenarkan jadwal pemeriksaan kliennya tersebut. “Pemanggilan (Hartati) tanggal 7 September,” kata dia di kantor KPK, Kamis, 30 Agustus 2012.
Menyusul pemanggilan Hartati, Patra telah mengajukan surat permohonan kepada pimpinan KPK agar kliennya tidak ditahan. “Ada tiga alasan pokok pengajuan surat tersebut, yaitu alasan hukum, alasan hak asasi manusia, dan alasan sosial kemanusiaan,” katanya.
Menurut dia, berdasarkan aspek hukum, Hartati tidak dikhawatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, maupun mengulangi perbuatannya. Selain itu, berdasarkan pertimbangan hak asasi manusia, penahanan merupakan perampasan kemerdekaan. Atas dasar sosial kemanusiaan, yakni Hartati sudah tua, berusia 67 tahun, dan bertanggung jawab atas hajat hidup 50 ribu karyawannya. “Saya percaya pimpinan KPK memahami prinsip ini,” kata Patra.
Juru bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan pimpinan KPK belum membahas surat pengacara Hartati tersebut. Dia juga tidak dapat memastikan KPK akan menahan Hartati pada saat pemeriksaannya sebagai tersangka. “Nanti dilihat pada saat pemeriksaan,” kata Johan.
Hartati ditetapkan menjadi tersangka pada 6 Agustus lalu. Dia diduga kuat ikut memerintahkan penyuapan kepada Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu. Kasus suap sebesar Rp 3 miliar terhadap Amran itu terungkap saat KPK mencokok General Manager PT Hardaya Inti Plantation, Yani Anshori, di kediaman Amran pada 26 Juni lalu. Saat itu, Amran berada di lokasi, tapi berhasil kabur. Belakangan, setelah terlebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, Amran baru dapat ditangkap di rumahnya.
Rekan Yani, Direktur Operasional PT Hardaya Gondo Sudjono, ikut dijadikan tersangka. Gondo tertangkap sehari setelah Yani di Bandara Soekarno-Hatta. Yani dan Gondo pun dijadikan tersangka yang berperan menyuap Amran.
sumber
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/30/063426493/Hartati-Murdaya-Akan-Diperiksa-7-September
Empat Perwira Polisi Penuhi Panggilan KPK
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Empat perwira Polri akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keempatnya datang sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.
Ini adalah pemanggilan kedua, setelah pada pemanggilan pertama keempatnya tidak datang. Empat perwira Polri itu adalah Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Wandi Rustiwan, Komisaris Polisi (Kompol) Ni Nyoman Suwartini, Kompol Endah Purwaningsih dan AKBP Wisnhu Buddhaya. Mereka datang ke Kantor KPK di Jakarta, Jumat (31/8) sekitar pukul 10.15 WIB.
Keempatnya merupakan panitia lelang pengadaan simulator dengan nilai total anggaran Rp 196,8 miliar. Saat tiba di Kantor KPK tidak mengenakan seragam kepolisian tetapi mengenakan baju batik.
Sebelumnya juru bicara KPK, Johan Budi, Kamis (30/8) mengatakan empat perwira polisi tersebut tidak datang pada pemanggilan pertama pada Rabu (29/8) karena ada kesalahan penulisan nama dan pangkat. “KPK menerima pemberitahuan dari Korlants bahwa ada di antara keempat perwira polisi tersebut yang sudah naik pangkat, sehingga pangkat dan namanya tidak tepat, jadi kami ulang pemanggilannya,” ungkap Johan.
Kedatangan keempat perwira polisi tersebut membuktikan keyakinan Ketua KPK, Abraham Samad terbukti. Abraham percaya pihak Polri akan memenuhi panggilan KPK. “Saya yakin, karena mereka aparat penegak hukum, saya yakin pasti mereka akan memenuhi aturan,” kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Kamis (30/8) kemarin.
Abraham juga mengisyaratkan akan ada koordinasi antara KPK dan Polri dalam memeriksa tiga tersangka yang sama-sama ditetapkan KPK dan Polri. “Untuk tiga tersangka yang selama ini sama, kelihatannya sudah ada bahasa tubuh yang saling memahami walau belum terucap,” ungkap pria asal Makassar itu.
Namun satu perwira Polri lain yang telah dipanggil KPK, yaitu Kapolres Kebumen, AKBP Heru Trisasono tidak datang memenuhi panggilan KPK. Selain Djoko Susilo, KPK juga menetapkan tersangka lain dalam kasus itu tersebut, yaitu Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo (Wakil Kepala Korlantas non-aktif), Budi Susanto selaku Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA), perusahaan pemenang tender pengadaan simulator dan Sukotjo S Bambang sebagai Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) yang menjadi perusahaan subkontraktor dari PT CMMA.
Sedangkan pada 1 Agustus 2012 lalu, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri juga menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut, tiga di antara tersangka itu sama dengan tersangka versi KPK yaitu Didik, Budi dan Sukotjo. Sedangkan dua tersangka lain adalah AKBP Teddy Rusmawan selaku Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Simulator dan Komisaris Polisi Legimo sebagai Bendahara Korlantas.
Pihak Bareskrim Polri telah menahan Brigjen Didik, AKBP Teddy RUsmawan serta Kompol Legimo telah ditahan di rumah tahanan (rutan) Korps Brimob. Sementara satu tersangka lain yaitu Budi Susanto ditahan di Rutan Bareskrim, sedangkan Sukotjo telah divonis penjara selama 2,5 tahun di Rutan Kebon Waru Bandung atas perkara terpisah karena diduga menggelembungkan nilai proyek.
Bareskrim Polri juga sudah dua kali memanggil Djoko Susilo untuk dimintai keterangan sebagai saksi bagi tersangka yang ditetapkan Polri. Namun KPK belum pernah memanggil Djoko dengan alasan masih dalam proses verifikasi barang bukti dan pemeriksaan saksi.
sumber
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/08/31/m9lsdr-empat-perwira-polisi-penuhi-panggilan-kpk
KPK: Kita Tak Berwenang Usut Dugaan Korupsi Jokowi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) mengungkapkan jika pihaknya tidak berwenang menangani kasus yang diduga dilakukan Wali Kota Surakarta (Solo), Joko Widodo alias Jokowi bilamana terbukti melakukan “pembiaran” terjadinya tindak pidana korupsi (TPK) di kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo.
Untuk diketahui kemarin sejumlah warga yang tergabung dalam Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia (TS3) melaporkan Jokowi ke KPK lantaran diduga melakukan pembiaran terhadap dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dan Kepala DPPKA Solo.
“Ya tidak bisa, perkara yang masuk dalam kewenangan KPK itu sudah jelas diatur dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi saat berbincang dengan Tribunnews.com di kantor KPK, Jakarta, Jumat (31/8/2012).
Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tertulis bentuk-bentuk tindak pidana korupsi (TPK) terdiri atas perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang serta benturan kepentingan dalam pengadaan serta gratifikasi.
“Jadi jika perbuatan tersebut bukan TPK, bukan menjadi ranah KPK,” kata Johan.
Namun, lanjut Johan, pihaknya akan menelaah setiap pengaduan yang dilaporkan ke bagian Dumas KPK, guna melihat ada TPK atau tidak.
“Jadi kami telaah apakah ada TPK atau tidak, selama 30 hari kerja. Hasilnya akan diinformasikan kepada pelapor,” ujar Johan.
TS3 melaporkan dugaan pembiaran yang dilakukan Wali Kota Surakarta (Solo), Joko Widodo atas tindak pidana korupsi hingga menyebabkan kerugian negara Rp9.8238.185.000 yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dan Kepala DPPKA Solo.
Hal ini dikatakan Ketua TS3 Ali Usman sesaat sebelum memasukkan laporan ini ke KPK di hadapan wartawan.
“Kami membawa dokumen berbundel-bundel dan sejumlah bukti tindak pidana korupsi ini,” kata Ali Usman yang hadir mengenak batik biru bercorak, di kantor KPK kemarin.
Ali memaparkan, dugaan korupsi ini bermula saat APBD Surakarta tahun 2010 menganggarkan belanja hibah sebesar Rp35 Miliar. Sekitar Rp23 Miliar dana itu diperuntukkan untuk BPMKS untuk 110 ribu siswa. Ternyata, saat verifikasi terdapat banyak data yang ganda, setelah itu dihilangkan, data penerima BPMKS sebesar 65.394 siswa dengan nilai anggaran Rp.10.688.325.000.
Usman menjelaskan pihaknya telah melaporkan ke Jokowi selaku penanggung jawab tertinggi APBD kota Solo, namun hingga saat ini tidak ada perubahan penganggaran untuk BPMKS tahun 2011.
Untuk itu, TS3 menyimpulkan jika harusnya ada dana Rp9 Miliar lebih dana BPMKS pada tahun 2010 yang tidak dikembalikan ke Kas Pemerintah Kota Solo dan hal ini tidak ditindaklanjuti oleh Joko Widodo selaku Wali Kota.
“Untuk itu, Wali Kota Solo telah melakukan pembiaran hingga negara dirugikan Rp9 Miliar lebih,” ujar Ali serius.
Menurut Ali, pelanggaran Jokowi ini terindikasi korupsi yang dijerat dengan pasal 3 jo pasal 23 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Karena itu, kami berharap KPK untuk menindaklanjuti kasus ini,” kata Ali.
sumber
http://jakarta.tribunnews.com/2012/08/31/kpk-kita-tak-berwenang-usut-dugaan-korupsi-jokowi
Jokowi Dilaporkan ke KPK
Posted on August 30, 2012
TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Solo Joko Widodo dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga membiarkan terjadinya korupsi di daerahnya. Pelapornya adalah Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia (TS3).
“Wali Kota Surakarta telah melakukan pembiaran terhadap tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 9,8 miliar,” kata Ketua TS3, Muhammad Ali Usman, Kamis, 30 Agustus 2012.
Menurut Ali Usman, Jokowi pernah menerima laporan adanya praktek korupsi belanja hibah satuan pendidikan kepada sekolah negeri dan swasta atau BPMKS pada 2010. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan, Solo mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 35 miliar. Sebanyak Rp 23 miliar di antaranya diperuntukkan sebagai dana BPMKS bagi 110 ribu siswa.
Kemudian pada 2011, pemerintah melakukan verifikasi data siswa penerima BPMKS. Hasilnya, ditemukan banyak nama siswa yang ganda dan tercatat sebagai penerima. Akhirnya, penerima BPMKS versi verifikasi hanya menjadi 65.394 siswa dengan kebutuhan anggaran Rp 10,6 miliar.
Ali Usman berujar temuan itu sudah dilaporkan kepada Jokowi. “Setelah mendapatkan laporan, Wali Kota Surakarta mengatakan akan memanggil Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Namun kenyataannya tidak ada perubahan penganggaran BPMKS tahun anggaran 2011,” kata dia.
Data yang diperoleh Ali Usman, total realisasi belanja hibah tersebut Rp 32 miliar. Ada sisa anggaran Rp 2,4 miliar. Dengan fakta tersebut, Ali Usman menduga penyaluran dana BPMKS menggunakan data siswa mark-up. “Seharusnya ada dana Rp 9,8 miliar yang dikembalikan ke kas negara,” kata dia.
Dalam laporannya, TS3 ikut menyerahkan ratusan bundelan dokumen seluruh sekolah penerima, serta Peraturan Daerah APBD 2010.
Juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, yang dikonfirmasi mengatakan setiap laporan dugaan korupsi akan ditelaah oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat. “Akan ditelaah, apakah laporan itu disertai dengan bukti-bukti yang kuat atau tidak,” kata Johan.
Hingga berita ini dinaikkan, Tempo masih mengejar konfirmasi dari Jokowi.
sumber
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/30/064426477/p-Jokowi-Dilaporkan-ke-KPK
KPK: Kasus Century Akan Naik ke Tahap Penyidikan
Posted on August 30, 2012
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad menyakini penyelidikan kasus pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun Bank Century akan naik ke tahap penyidikan.
Pasalnya dari sekian kali gelar perkara, para pimpinan KPK sepakat ada kerugian negara di balik pengucuran dana bank tersebut.
“Saya melihat kecenderungannya dari ekspose-ekspose, kelihatannya kita akan sepakat (kasus Century ke tahap penyidikan),” kata Abraham saat ditemui wartawan di KPK, Jakarta, Kamis (30/8/2012).
Jika ditemukan dua alat bukti yang cukup, Abraham memperkirakan akhir tahun ini, status kasus Century sudah bisa naik ke penyidikan, dalam artian akan ada tersangka dalam mega skandal korupsi tersebut.
Namun, lanjut Abraham, penetapan tersangka ditentukan dari hasil ekspose terakhir kasus itu.
“Tersangkanya nanti dari hasil ekspose terakhir ketika kita menentukan apakah kasus ini sudah bisa ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” kata Abraham.
Seperti diketahui, skandal Bank Century kembali mengemuka setelah mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, mengeluarkan testimoni yang menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut terlibat.
Namun, pengamat politik Adhie M Massardie pernah menyebut penyelidikan Bank Century bakal menemui jalan buntu apabila masih ada dua Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto.
“Busyro Muqoddas punya utang budi dengan Partai Demokrat, sedangkan Bambang Widjojanto adalah bekas pengacara LPS,” terang Adhie saat dihubungi, Jumat, (24/8/2012).
Kasus ini telah bergulir dari tiga tahun lalu. Namun, meski KPK sudah menaruh perhatian khusus dan mengerahkan tenaga ekstra tim penyidik menanganikasus tersebut, KPK belum juga dapat menaikkan status kasusnya dari penyelidikan ke penyidikan.
b e r s a m b u n g ............